Sepanjang siang dan malam hari kemarin (3 November 2009) hampir seluruh media sibuk mengulas kasus “Cicak vs Buaya” , hebohnya kemelut KPK, Kepolisian dan kejaksaan. Kecurigaan sebagian besar masyarakat akan adanya grand skenario untuk pembusukan KPK oleh oknum petinggi polisi dan jaksa, mulai terkuak dengan dibukanya rekaman pembicaraan oknum-oknum yang terlibat.
Sebagai wong cilik, kita yang hanya bisa mendengar dan merasakan tanpa bisa bersuara, sebenarnya sudah sangat menyadari bahwa SUPREMASI HUKUM yang biasa digembar-gemborkan para petinggi itu hanyalah entut berut. Lha wong setiap hari kita tahu bahwa hukum itu justru digunakan oleh para oknum sebagai jimat untuk memeras je.. Undang Undang lalulintas jadi jimatnya “oknum jalanan” untuk priiiiit, 40 ewu. Pengin SIM? Asal punya duit, sampeyan ga perlu bisa nyetir... Tinggal foto.., isi bio data.., bisa dapat SIM. Lha wong kecopetan aja.., kalo kita lapor juga masih diminta uang administrasi kok. Apa lagi kalo sampai ditahan dan jadi terdakwa di kepolisian.., bisa dhedhel duwel kita.
Tapi itu duluu banget, itu juga jarene mbah buyut. Saya nggak tahu apa sekarang ya masih ada “buaya-buaya” macam itu? Apalagi di temanggung , ada buaya seperti di Indonesia pusat sana nggak yo........? he..he.. (nyong ra wani ngomong ah..).
0 komentar:
Posting Komentar