Menurut beberapa sumber, awal berdirinya kabupaten Temanggung tidak bisa dilepaskan dari sejarah kabupaten Magelang saat itu. Dengan meninggalnya Raden Tumenggung Danuningrat Bupati Magelang, maka untuk mengatasi kevakuman pemerintahan, Pemerintah Hindia Belanda dengan cepat berusaha mencari penggantinya. Mendiang Bupati Magelang meninggalkan seorang putra yang bernama Raden Mas Aryo Danukusumo. Ia telah berdinas pada Pemerintah Hindia Belanda sebagai Wakil Kolektur Penghasilan Negeri dan telah menikah dengan putri Bupati Pekalongan. Raden Mas Aryo Danukusumo mempunyai dua orang anak. Ia dikenal sebagai pribumi yang sangat berbudi bahasa dan betapapun masih muda usianya, namun telah banyak mengambil alih kecakapan-kecakapan dari orang tuanya. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain kecakapan yang dimilikinya, akhirnya Raden Mas Aryo Danukusumo ditunjuk menjadi Bupati sementara daerah Magelang.
Sedangkan untuk daerah Kabupaten Menoreh, Berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda, Nomor 11 Tanggal 7 April 1826, Raden Ngabehi Djojonegoro ditetapkan sebagai Bupati Menoreh yang berkedudukan di Parakan, dengan gelar Raden Tumenggung Aria Djojonegoro. Setelah perang Diponegoro berakhir, beliau kemudian memindahkan ibu kota ke kota Temanggung (saat ini).
Kebijaksanaan pemindahan ini didasarkan pada beberapa hal:
1. Adanya pandangan masyarakat Jawa kebanyakan pada saat itu, bahwa Ibu kota yang pernah diserang dan diduduki musuh dianggap telah ternoda dan perlu ditinggalkan.
2. Distrik Menoreh sebuah daerah sebagai asal nama Kabupaten Menoreh, sudah sejak lama digabung dengan Kabupaten Magelang, sehingga nama Kabupaten Menoreh sudah tidak tepat lagi.
Mengingat hal tersebut, atas dasar usulan Raden Tumenggung Aria Djojonegoro, Residen Kedu saat itu (CC. Kartnan) melalui suratnya tanggal 13 September 1834 mengusulkan untuk mengganti nama Kabupaten Menoreh menjadi Kabupaten Temanggung.kepada Pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Permintaan tersebut disetujui oleh pemerintahan hindia belanda bahwa nama Kabupaten Menoreh berubah menjadi Kabupaten Temanggung. Persetujuan ini berbentuk Resolusi Pemerintah Hindia Belanda Nomor 4 Tanggal 10 Nopember 1834 bertepatan pada hari Senin Wage tanggal 9 Rejeb tahun Jumakir 1762 H).
“Menetapkan bahwa Kabupaten Menoreh ( Karesidenan Kedu ) semenjak sekarang akan memakai nama dari nama ibukotanya sendiri yakni Temanggung, bahwa asisten residen Probolinggo dengan pegawai yang diperbantukan kepadanya akan dipindahkan kesana dan pada waktu yang tepat semenjak sekarang akan memakai nama asisten residen Temanggung.”
Berdasarkan hasil seminar tanggal 21 Oktober 1985, yang diikuti oleh Sejarawan, Budayawan dan Tokoh Masyarakat, ABRI, Rokhaniwan, Dinas/Instansi/Lembaga Masyarakat dan lain-lainnya, maka ditetapkan bahwa tanggal 10 Nopember 1834 sebagai Hari Jadi Kabupaten Temanggung. Jadi berdasarkan ketentuan tersebut, tahun ini Temanggung tepatnya tanggal 10 November kemarin, kota kita berulang tahun yang ke- 175. SELAMAT ULANG TAHUN TEMANGGUNG.
Keberadaan Temanggung yang tercatat sebelumnya ada dalam beberapa prasasti dan catatan sejarah, antara lain:
1. Prasasti Wanua Tengah III, yang ditemukan di dusun Dunglo Desa Gandulan Kecamatan Kaloran.
2. Prasasti Siwagrha terjemahan Casparis (1956 - 288), pada tahun 856 M Rakai Pikatan mengundurkan diri.
3. Prasasti Nalanda tahun 860 (Casparis 1956, 289 - 294), Balaputra dewa dikalahkan perang oleh Rakai Pikatan dan Kayu Wangi.
4. Dalam buku karangan I Wayan Badrika halaman 154, Pramudya Wardani kawin dengan Rakai Pikatan dan naik tahta tahun 856 M. Balaputra Dewa dikalahkan oleh Pramudha wardani dibantu Rakai Pikatan (Prasasti Ratu Boko) tahun 856 M.
Cerita lengkap mengenai isi dan hubungan antara prasasti tersebut dengan Temanggung, insyaallah akan kita sampaikan pada waktu yang akan datang.
Sedangkan untuk daerah Kabupaten Menoreh, Berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda, Nomor 11 Tanggal 7 April 1826, Raden Ngabehi Djojonegoro ditetapkan sebagai Bupati Menoreh yang berkedudukan di Parakan, dengan gelar Raden Tumenggung Aria Djojonegoro. Setelah perang Diponegoro berakhir, beliau kemudian memindahkan ibu kota ke kota Temanggung (saat ini).
Kebijaksanaan pemindahan ini didasarkan pada beberapa hal:
1. Adanya pandangan masyarakat Jawa kebanyakan pada saat itu, bahwa Ibu kota yang pernah diserang dan diduduki musuh dianggap telah ternoda dan perlu ditinggalkan.
2. Distrik Menoreh sebuah daerah sebagai asal nama Kabupaten Menoreh, sudah sejak lama digabung dengan Kabupaten Magelang, sehingga nama Kabupaten Menoreh sudah tidak tepat lagi.
Mengingat hal tersebut, atas dasar usulan Raden Tumenggung Aria Djojonegoro, Residen Kedu saat itu (CC. Kartnan) melalui suratnya tanggal 13 September 1834 mengusulkan untuk mengganti nama Kabupaten Menoreh menjadi Kabupaten Temanggung.kepada Pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Permintaan tersebut disetujui oleh pemerintahan hindia belanda bahwa nama Kabupaten Menoreh berubah menjadi Kabupaten Temanggung. Persetujuan ini berbentuk Resolusi Pemerintah Hindia Belanda Nomor 4 Tanggal 10 Nopember 1834 bertepatan pada hari Senin Wage tanggal 9 Rejeb tahun Jumakir 1762 H).
“Menetapkan bahwa Kabupaten Menoreh ( Karesidenan Kedu ) semenjak sekarang akan memakai nama dari nama ibukotanya sendiri yakni Temanggung, bahwa asisten residen Probolinggo dengan pegawai yang diperbantukan kepadanya akan dipindahkan kesana dan pada waktu yang tepat semenjak sekarang akan memakai nama asisten residen Temanggung.”
Berdasarkan hasil seminar tanggal 21 Oktober 1985, yang diikuti oleh Sejarawan, Budayawan dan Tokoh Masyarakat, ABRI, Rokhaniwan, Dinas/Instansi/Lembaga Masyarakat dan lain-lainnya, maka ditetapkan bahwa tanggal 10 Nopember 1834 sebagai Hari Jadi Kabupaten Temanggung. Jadi berdasarkan ketentuan tersebut, tahun ini Temanggung tepatnya tanggal 10 November kemarin, kota kita berulang tahun yang ke- 175. SELAMAT ULANG TAHUN TEMANGGUNG.
Keberadaan Temanggung yang tercatat sebelumnya ada dalam beberapa prasasti dan catatan sejarah, antara lain:
1. Prasasti Wanua Tengah III, yang ditemukan di dusun Dunglo Desa Gandulan Kecamatan Kaloran.
2. Prasasti Siwagrha terjemahan Casparis (1956 - 288), pada tahun 856 M Rakai Pikatan mengundurkan diri.
3. Prasasti Nalanda tahun 860 (Casparis 1956, 289 - 294), Balaputra dewa dikalahkan perang oleh Rakai Pikatan dan Kayu Wangi.
4. Dalam buku karangan I Wayan Badrika halaman 154, Pramudya Wardani kawin dengan Rakai Pikatan dan naik tahta tahun 856 M. Balaputra Dewa dikalahkan oleh Pramudha wardani dibantu Rakai Pikatan (Prasasti Ratu Boko) tahun 856 M.
Cerita lengkap mengenai isi dan hubungan antara prasasti tersebut dengan Temanggung, insyaallah akan kita sampaikan pada waktu yang akan datang.
0 komentar:
Posting Komentar